FAKTAINDONESIA.NET – Grassroots Action Institute (GAT) meminta Aparat Penegak Hukum (APH) menyelidiki dan menindak dugaan aktivitas tambang batu ilegal yang diduga dilakukan di lahan koridor oleh CV Reski Amalia di Desa Mata Wawatu, Kecamatan Moramo Utara, Kabupaten Konawe Selatan, Provinsi Sulawesi Tenggara disahuti oleh Kepolisian Resort (Polres) Konawe Selatan.
Hal tersebut diungkapkan oleh Kasat Reskrim Polres Konawe Selatan, AKP Laode Muhammad Jefri Hamzah, S.Trk, SIK, MH saat dikonfirmasi, Jumat (10/10/2025).
Jefri mengatakan terkait informasi dugaan adanya tambang ilegal di wilayah hukum Polres Konsel pihaknya akan melakukan pengecekan.
“Terkait adanya informasi dugaan penambangan ilegal wilayah hukum Polres Konsel kami akan lakukan pengecekan,” kata Jefri.
“Jika ditemukan benar adanya kegiatan penambangan ilegal, Satreskrim Polres Konsel berkomitmen untuk melakukan pendindakan tegas,” tegas Jefri.
Sebelumnya, Direktur GAT Institut, Ashabul Akram mengatakan pihaknya menemukan adanya aktivitas penambangan batu tanpa izin di lokasi tersebut.
Pengolahan batu tersebut diduga dilakukan di lahan koridor yang kemudian di jual kembali di salah satu perusahaan tambang batu yang beroperasi di Desa Mata Wawatu.
Hasil penelusuran GAT di lapangan menemukan sejumlah alat berat seperti excavator dan dump truck tengah beroperasi di titik koordinat 4.086182°S, 122.644681°E.
“Kami meminta Polres Konsel ataupun Aparat Penegak Hukum (APH) lainnya segera turun tangan menelusuri dan memeriksa aktivitas tambang ilegal ini. Berdasarkan dokumentasi kami, perusahaan tersebut beroperasi di luar wilayah izin resmi atau IUP,” tegas Ashabul dalam keterangan resminya, Jumat (10/10/2025).
Ia menjelaskan, aktivitas di lokasi itu mencakup pengerukan material batu dari lereng bukit yang diduga dijual ke salah satu perusahaan crusher batu di sekitar wilayah Moramo Utara.
GAT menilai kegiatan tersebut telah berlangsung cukup lama tanpa ada tindakan tegas dari aparat penegak hukum.
“Kami lihat kendaraan keluar masuk mengangkut batu setiap hari. Ini harus segera diselidiki agar tidak terkesan ada pembiaran,” ujarnya.
Ashabul juga menegaskan bahwa aktivitas penambangan tanpa izin merupakan pelanggaran terhadap Pasal 158 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 tentang Perubahan atas UU Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara. Dalam pasal tersebut, pelaku penambangan tanpa izin dapat dikenakan pidana penjara maksimal lima tahun dan denda hingga Rp100 ]iliar.
“Kami mendesak untuk bertindak tegas menegakkan hukum dan menertibkan aktivitas tambang ilegal yang merusak lingkungan serta merugikan negara,” tegasnya.
Tim media berupaya mempertanyakan di Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPM-PTSP) terkait pemilik CV Reski Amalia namun belum terjawab.(*)
Comment